Rabu, 03 Juni 2009

Di tahun 2006, saya dan beberapa orang teman mengajar baca tulis dan berhitung di sebuah kawasan pedesaan nun jauh di Kota Brebes. Cikeusal Kidul nama desa itu. Meski banyak yang sudah pernah mengenyam bangku sekolah, namun antusias warga di desa itu, terutama di 3 dusun, yaitu Cicadas, Cibogo dan Bantar Sari, untuk mengikuti pembelajaran cukup besar. Mayoritas mata pencaharian penduduk yang petani, membuat pembelajaran dilakukan dari sore hingga malam hari. Pernah suatu malam, listrik padam, tapi mereka tetap mendatangi tempat belajar dengan penug semangat. Meski penerangan hanya menggunakan lilin. Bayangkan, masyarakat pedesaan, jauh dari akses modernitas begitu semangat belajar. Bandingkan dengan para pelajar di kota yang dipermudah dengan akses modernitas, justru lebih sering bolos...

hukum agama ataukah hukum rimba?

Setidaknya sudah berjalan selama beberapa pekan sejak kemunculan beberapa orang yang bercadar, dengan membawa senjata tajam, wara wiri di seputaran area tempat nongkrong waria dan kaum homoseksual di Kota Solo. Dengan alasan menegakkan hukum dan syariat Islam, mereka dengan membabi buta mengeroyok para waria atau orang2 yang mereka curigai. Lantas dimanakah bagaimanakah dengan hukum positif yang ada?